1 Juli 2011

Askep Stenosis Mitral



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol.
Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap 250 penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita meninggal dunia, 22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu manifestasi komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7% meninggal dunia, 8% penderita menjadi semakin sesak dan 26% memilki setidaknya satu manifestasi tromboemboli.
Secara keseluruhan 10-years survival rate dari penderita stenosis mitral tanpa pengobatan lanjut hanya sekitar 50-60%, tergantung dari keluhan yang timbul saat itu. Tanpa tindakan pembedahan, 20-years survival rate hanya sekitar 85%. Penyebab kematian pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, yaitu:
§  Gagal jantung (60-70%),
§  Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),
§  Infeksi (1-5%).


B.     TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.    Tujuan umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran serta asuhan keperawatan terkait klien dengan stenosis mitral.
2.    Tujuan khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a.         Untuk mengetahui pengertian stenosis mitral
b.         Untuk mengetahui etiologi dari stenosis mitral
c.         Untuk mengetahui manifestasi klinis terkait kasus stenosis mitral
d.        Untum mengetahui patofisiologi terkait stenosis mitral
e.         Untuk mengetahui dan membuat pathway terkait stenosis mitral
f.          Untuk mengetahui macam pemeriksaan penunjang terkait kasus klien dengan stenosis mitral
g.         Untuk mengetahui macam komplikasi yang terjadi terkait kasus stenosis mitral
h.         Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan terkait klien dengan kasus stenosis mitral









BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    DEFINISI
Stenosis mitral merupakan penyakit pada daun katup mitral. Insiden tertinggi penyakit katup adalah pada katup mitralis, diikuti oleh katup aorta. Stenosis mitral di identifikasikan dengan adanya penebalan yang progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar 3 jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil.
Mitral stenosis adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Meningkatnya tekanan vena pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak dengan radiografi berupa pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru dibandingkan dengan pembuluh darah untuk bagian bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.

B.     ETIOLOGI
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus. Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukan  nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk (funnel shape.)

C.    PATOFISIOLOGI
Kelainan primer stenosis mitral ialah bendungan mekanik sewaktu pengosongan atrium kiri. Potongan melintang yang normal dari anulus mitral sekitar 5 cm2, dan tanda maupun gejala stenosis mitral akan terjadi apabila ukuran ini berkurang menjadi 1 cm2 atau lebih kecil. Pada regurgitasi mitral dan penyakit katup aorta, kelainan hemodinamik primer terletak pada ventrikel kiri, tetapi pada stenosis mitral fungsi ventrikel kiri masih dapat normal. Stenosis mitral menyebabkan pengosongan atrium kiri tidak sempurna, menaikkan tekanan vena pulmonalis, hipertensi pulmo dan hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi dan kegagalan.
Fibrilasi atrium sering merupakan komplikasi stenosis mitral akibat valvulitis reumatik. Penyebab lain fibrilasi atrium ialah penyakit jantung iskemik, tirotoksikosis dan pembedahan jantung, beberapa kasus idiopatik. Kontraksi atriun yang tidak efektif akan menyebabkan stasis dan pembentukan trombus dalam atrium, ini merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya trombo-emboli yang sistemik. Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari gejala mitral stenosis sebelumnya.
Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada mitral stenosis yang berat, ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi kecil. Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolic ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli. Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi.
Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respons terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi. Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup trikuspidalis. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya insufisisiensi katup trikuspid semakin besar pula.
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu selisih tekanan atau gradien tekanan antara dua ruangan tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih kedua tekanan itu minimal.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.
            Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.
            Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli, inefektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia
            Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi. Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:
a)      Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita menyangkalnya.
b)      Dyspneu d’effort.
c)      Paroksismal nokturnal dispnea.
d)     Aktifitas yang memicu kelelahan.
e)      Hemoptisis.
f)       Nyeri dada.
g)      Palpitasi.

            Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:
§  Sianosis perifer dan wajah.
§  Opening snap.
§  Diastolic rumble.
§  Distensi vena jugularis.
§  Respiratory distress.
§  Digital clubbing.
§  Systemic embolization.
§  Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem perifer.
            Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan pada lapangan paru.
            Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.
            Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:
§  E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan menghilangnya  gelombang a,
§  Berkurangnya permukaan katup mitral,
§  Berubahnya pergerakan katup posterior,
§  Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat kalsifikasi.

E.     PENATALAKSANAAN
1)      PenatalaksanaanMedis
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
§  Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm2) dan keluhan,
§  Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
§  Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
-                    Usia tua dengan fibrilasi atrium,
-                    Pernah mengalami emboli sistemik,
-                    Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2.      Open commissurotomy(open mitral valvotomy), dipilih  apabila ingin dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium,
3.      Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut:
Grade I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau  pengobatan itu bermanfaat dan efektif,
Grade II:keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan,
Grade II.a :Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif.
Grade II.b :Kurang/tidak terdapatnya bukti  atau pendapat adanya menfaat atau efikasi.
Grade III:keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau  pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya.

2)      PenatalaksanaanKeperawatan
Prognosis penyakit ini bervariasi. Gangguan dapat saja ringan, tanpa gejala, atau menjadi berat. Riwayat yang banyak terjadi pada mitral stenosis adalah:
a) Timbulnya murmur 10 tahun setelah masa demam rematik
b) 10 tahun berikutnya gejala berkembang
c) 10 tahun berikutnya sebelum penderita mengalami sakit serius.
Komplikasi dapat berat atau mengancam jiwa. Mitral stenosis biasanya dapat dikontrol dengan pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan. Tingkat mortalitas post operatif pada mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada mitral valve replacement adalah 2-5%.
Tidak ada pengobatan yang dibutuhkan jika gejala-gejala tidak ditemukan atau hanya ringan saja. Rujukan ke rumah sakit hanya dibutuhkan untuk diagnosis atau penanganan gejala yang berat. Tak ada obat yang dapat mengoreksi suatu defek katup mitral. Hanya saja obat-obatan tertentu dapat digunakan untuk mengurangi gejala dengan mempermudah kerja pemompaan jantung dan mengatur irama jantung, misalnya diuretik untuk mengurangi akumulasi cairan di paru. Antikoagulan dapat membantu mencegah terbentuknya bekuan darah pada jantung dengan kerusakan katup. Antibiotik diberikan bila pasien akan menjalani tindakan bedah, tindakan dentologi, atau tindakan medis tertentu lainnya.
Tindakan bedah dapat dilakukan untuk mengoreksi kelainan ini. Kadang-kadang katup dapat dibuka teregang dengan suatu prosedur yang disebut dengan balloon valvuloplasty. Pada balloon valvuloplasty, sebuah balon berujung kateter disusupkan melewati vena dan akhirnya sampai ke jantung. Ketika berada di dalam katup balon dikembangkan lalu memisahkan daun katup. Pilihan lainnya adalah bedah jantung untuk memisahkan fusi kommisura. Jika katup rusak berat dapat dilakukan mitral valve repair atau mitral valve replacement.
a.      Pengkajian keperawatan
Pengkajian fokus yang dapat dilakukan terkait kasus stenosis mitral adalah sebagai berikut :
·      Auskultasi memperdengarkan bising diastolik dan bunyi jantung pertama (sewaktu katup AV menutup) mengeras dan opening snap akibat hilangnya kelenturan daun katup.
·      Elektrokardiogram menggambarkan pembesaran atriun kiri (gelombang P melebar dan bertakik, deikenal sebagai P mitrale) bila iramanya sinus normal, hipertrofi ventrikel kanan, dan fibrilasi atrium.
·      Radiogram thorax menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan, kongesti vena pulmonalis, edema paru-paru interstitial, redistribusi vaskular paru-paru ke lobus atas, kalsifikasi katup mitral.
·      Temuan hemodinamika menunjukkan peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitral, peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan  gelombang a yang prominent peningkatan tekanan arteria paru-paru, curah jantung rendah, peningkatan tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan  vena jugularis, dengan gelombang a yang bermakna di bagian atrium kanan atau vena jugularis, jika ada insufisiensi trikuspidalis.
Pengkajian lainnya dapat berupa :
Data Subyektif 
1)   Biodata pasien dan penanggung jawab
2)   Keluhan utama :Dyspnea atau orthopnea, Kelemahan fisik (lelah) biasanya menjadi keluhan utama pasien dengan stenosis mitral.
3)   Riwayat kesehatan yang meliputi riwayat penyakit sekarang (klien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak napas dan kelelahan), riwayat penyakit dahulu (kaji adanya riwayat demam rematik dan infeksi pernapasan atas), riwayat penyakit keluarga.
4)   Basic promoting physiology of health yang meliputi aktivitas dan latihan (klien biasanya mengeluh sesak napas dan kelelahan saat beraktivitas), tidur dan istirahat (biasanya pola istirahat klien bertambah karena klien akan sering beristirahat karena kelelahan belum lagi klien akan sering terbangun di malam hari karena sesak), kenyamanan dan nyeri, nutrisi, cairan, elektrolit dan asam basa, oksigenasi (klien biasanya mengeluh sesak saat beraktivitas dan juga dapat sering terbangun pada malam hari karena sesak napas), eliminasi fekal/bowel, eliminasi urin, sensori, persepsi, dan kognitif.
5)   Pemeriksaan fisik, yang meliputi keadaan umum (dapat dinilai meliputi kesadaran klien, GCS, vital sign), kepala, leher (bias diperiksa adanya distensi JVP), dada (dapat dipakai untuk menilai pulmo dan jantung), abdomen, genitalia, rectum, ekstremitas
6)   Psiko sosio budaya dan spiritual
7)   Pemeriksaan penunjang

Data Obyektif
1) Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.
2) Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.
3) Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3, bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral,
fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal.
4) Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.
b.      Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stenosis mitral antara lain:
a.       Koping individu tidak efektif b/d krisis situasional; sistem pendukung tidak adekuat;
metode koping tidak efektif.
b.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) b/d kurang pengetahuan; misinterpretasi
informasi; keterbatasan kognitif; menyangkal diagnosa.
c.       Perubahan penampilan peran b/d krisis situasional; proses penyembuhan; ragu-ragu akan masa depan.
d.      Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
e.       Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
f.       Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran alveoli, dan resistensi cairan interstitial.
g.      Ansietas b/d ancaman kehilangan/kematian; krisis situasional; ancaman terhadap konsep diri (citra diri).
h.      Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
i.        Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
j.        Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak napas.
k.      Gangguan eleminasi urine b/d penurunan perfusi glomerulus; penurunan kardiak output.
l.        Resiko kurang volume cairan tubuh b/d penurunan kardiak output; penurunan filtrasi glomerulus.
m.    Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
n.      Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan fisik
o.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk edema trakeal/faringeal.
c.       Rencana perawatan
1.      Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah
jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
1.      Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
2.      Catat bunyi jantung.
3.      Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
4.      Pantau intake dan output setiap 24 jam.
5.      Batasi aktifitas secara adekuat.
6.      Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
Rasional
1.      Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
2.      Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
3.      Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
4.      Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.
5.      Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
6.      Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.
2.      Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada
oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Intervensi
1.      Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).
2.      Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
3.      Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
4.      Dorong latihan kaki aktif/pasif.
5.      Pantau pernafasan.
6.      Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
7.      Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
Rasional
1.      Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2.      Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3.      Indikator adanya trombosis vena dalam.
4.      Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis.
5.      Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
6.      Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan peristaltik.
7.      Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.
3.      Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi
1.        Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
2.        Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.
3.        Pertahankan klien tirah baring selama sakit akut
4.        Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
5.        Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6.        Evaluasi tanda vital ketika kemajuan aktivitas terjadi
7.        Berikan waktu istirahat diantara waktu aktifitas
8.        Pertahankan pertambahan oksigen sesuai instruksi
9.        Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan natrium)
10.    Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien
11.    Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
12.    Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
13.    Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
14.    Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
15.    Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
Rasional
1.      Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung. Selain itu juga respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2.      Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole. Selain itu juga menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen.
3.      Untuk mengurangi beban jantung
4.      Untuk meningkatkan aliran balik vena
5.      Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena
6.      Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktifitas
7.      Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung
8.      Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
9.      Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung
10.  Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.
11.  Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
12.  Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
13.  Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
14.  Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD. Selain itu juga mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan vasokontriksi yang dapat meningkatkan preload, tahanan vaskular sistemis, dan beban jantung.
15.  Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.
4.      Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan)
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Intervensi
1.        Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
2.        Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.
3.        Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbnagan cairan.
4.        Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
5.        Berikan diet rendah natrium/garam.
6.        Delegatif pemberian diiretik.
Rasional
1.        Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung.
2.        Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan.
3.        Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung.
4.        Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
5.        Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
6.        Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan.
5.      Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Intervensi
1.        Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
2.        Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3.        Dorong perubahan posisi sering.
4.        Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.
5.        Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.
6.        Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
7.        Delegatif pemberian diuretik.
Rasional
1.      Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2.      Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3.      Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4.      Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
5.      Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
6.      Meningkatkan konsentrasi oksigen pada bagian paru yaitu pada bagian alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
7.      Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.

6.      Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran alveoli, dan resistensi cairan interstitial.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil : klien tidak sesak napas, frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-24x/menit, respon batuk berkurang, output urine 30ml/jam.
Intervensi
1.    Auskultasi bunyi napas (cracles)
2.    Kaji adanya edema
3.    Ukur intake dan output cairan
4.    Timbang berat badan
5.    Pertahankan total pemasukan cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskular
6.    Kolaborasi :
·      Berikan diet tanpa garam
·      Berikan diuretik, seperti : furosemid, sprinolakton, hidronolakton
·      Pantau data elektrolit kalium

Rasional
1.    Indikasi edema paru, akibat sekunder dekompensasi jantung
2.    Waspadai adanya gagal kongesti/kelebihan volume cairan
3.    Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan output urin
4.    Perubahan berat badab tiba-tiba menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
5.    Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung
6.    Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardium
7.    Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menrunkan resiko terjadinya edema paru
8.    Hipokalemia dapat membatasi efektifitas terapi


F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Stenosis mitral yang murni (isolated) dapat didengar bising diastolik yang bersifat kasar, bising menggenderang (Rumble), Aksentuasi presistolik dan bunyi jantung satu yang mengeras. Jika terdengar bunyi tambahan opening snap berarti katup masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka mendadak saat distole menimbulkan bunyi yang menyentak (seperti tali putus). Jarak bunyi jantung dua dengan opening snap memberikan gambaran beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitannya. Komponen pulmunal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai bising sistolik karena adanya hipertensi pulmunal. jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal maka dapat terdengar bising diastolik dini dari katup pulmunal.
1.      Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri melewati katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
2.      Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
3.      ECG : Pembesaran atrium kiri (P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi atrium kronis.
4.      Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
5.      Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup
6.      Gambaran Radiologi
Mitral stenosis menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru. Perubahan pembuluh darah paru ini tergantung pada beratnya mitral stenosis dan kondisi dari jantung. Konveksitas dari dari batas kiri jantung mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi mitral, dimana salah satunya menonjol. Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral
terlibat secara signifikan.                                                                                                 
Tanda-tanda radiologis klasik dari pasien dengan mitral stenosis yaitu adanya double contour yang mengarah pada adanya pembesaran atrium kiri, serta adanya garis-garis
septa yang terlokalisasi.
Pada keadaan yang moderat dan berat tampak perubahan perubahan sebagai berikut;
Perubahan pada jantung:
1.      Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Terlihat batas kanan jantung menonjol (Panah) dan batas kiri jantung mencembung karena pembesaran atrium kiri (Panah ganda). Bronkus utama kiri terangkat (Panah bulat).
2.      Proyeksi Lateral.
Pada proyeksi ini dengan menggunakan kontras tampak pembesaran atrium kiri yang mendorong esofagus 1/3 tengah ke belakang. Batas ventrikel kiri di bagian bawah belakang, tidak melewati vena cava inferior.
3.      Proyeksi Oblik Kanan Depan(RAO)
Deviasi yang minimal dari esophagus disebabkan oleh pembesaran atrium kiri. Posisi ini tidak begitu membantu untuk diagnosis mitral stenosis.
4.      Proyeksi Oblik Kiri Depan(LAO)
Daerah terang yang normal antara antrium kiri dengan bronkus utama kiri menghilang disertai dengan elevasi bronkus utama kiri. Ventrikel kiri normal. Teradapat sedikit penonjlan dari atrium kanan. Tetapi secara umum jantung kanan dalam keadaan normal.
Perubahan pada paru dan pembuluh-pembuluh darahnya
1.    Perubahan pada pembuluh darah
Baik arteri maupun vena menjadi lebih menonjol terutama arteri, dengan ujung pembuluh yang berdekatan dengan hilus menjadi lebih terlihat, dan pembuluh distal memanjang keluar ke perifer paru.
2.    Edema paru
Pada mitral stenosis udema paru dapat terjadi pada jaringan interstitial dan dalam ruangan alveolar. Udema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis, halus, sehingga gambaran radiolusensi dari paru berubah menjadi suram.
3.    Garis Kerley (garis septa)
Garis ini muncul di lapangan paru bagian tepi-tepi dan kebanyakan di lapangan bawah. Garis-garis ini disebut garis kerley atau garis septa. Garis ini sering terdapat pada sinus kostoprenikus dan mewakili adanya cairan dalam jaringan interlobaris. Garis ini disebut juga “Kerley B lines”, agak spesifik untuk stenosis mitral dengan edema paru.
4.    Hemosiderosis
Mitral stenosis yang disertai dengan hipertensi pulmonal yang kronis akan menyebabkan dilatasi kapiler dan hemorage. Akibatnya besi bebas akan terkumpul pada daerah interstitial jaringan yang akan tampak sebagai bayangan nodul pada radiograf.
Ekokardiografi adalah metode noninvasif yang paling sensitif dan spesifik untuk
mendiagnosa mitral stenosis, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan dari stenosis mitral. Daun katup menebal dan nampak paralel, dengan densitas echo agak nampak sebagai garis tipis yang bergerak dengan cepat. Fusikomisura nampak sebagai gerakan anterior paralel dari daun katup posterior.
Terlihat Hockey stick appearance dari katup mitral anterior. Dengan menggunakan teknik dua dimensi, seluruh bagian katup mitral dan orifisiumnya dapat divisualisasikan. Teknik color Doppler dapat mengevaluasi gradien transvalvuler,tekanan arteri pulmonalis, dan ada tidaknya regurgitasi mitral yang menyertai.

Ekokardiografi sangat bermanfaat dalam evaluasi stenosis katup mitral:
1) Pertama, pada pasien yang sakit berat, gambaran ekokardiografi gerakan mitral yang normal menyingkirkan stenosis mitral sebagai penyebab untuk distress pasien.
2) Kedua, sewaktu stenosis mitral ada, maka ekokardiogram dapat memperlihatkan pembesaran atrium kiri, gerakan bersamaan daun mitral anterior dan posterior, penguranagn gerakan katup mitral yang mengurangi lereng EF daun mitral anterior dan kalsifikasi katup; perkiraan kasar keparahan obstruksi dapat dibuat dengan 2D Echo.
3) Ketiga, ekokardiografi Doppler dapat mendeteksi keparahan stenosis mitral dengan pengukuran tekanan setengah hari, yang merupakan waktu yang diperlukan agar tekanan diastolic seketika turun mencapai setengah nilai puncaknya; lebih parah obstruksi, lebih memanjang tekanan setengah hari.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Tn. P, berumur 34 tahun, tidak bekerja sejak 4 tahun yang lalu, agama islam, suku jawa, datang berobat ke RS Soeradji pada tanggal 7 Mei 2011 dengan keluhan sesak napas sejak ± 3 hari yang sebelum masuk rumah sakit.
            Sejak ± 3 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluhkan sesak napas, terengah-engah jantung berdetak tidak teratur terutama muncul setelah batuk-batuk. Sesak dirasakan semakin bertambah saat pasien berbaring terlentang dan berkurang bila dalam posisi duduk. Sesak juga muncul saat pasien kelelahan setelah beraktifitas ringan (saat berjalan ke kamar mandi). Pasien kadang-kadang terbangun dari tidur dikarenakan sesak yang muncul tiba-tiba. Keluhan ini pertama kali dirasakan pasien sejak ± 6 tahun yang lalu, dan saat ini keluhan dirasakan semakin bertambah berat. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk yang muncul menyertai sesak dan tidak pernah sembuh. Batuk berdahak, berwarna putih berbusa dan kadang-kadang disertai darah. Rasa nyeri di dada kiri juga terkadang terasa menyertai sesak dan menyebar ke atas dan terkadang ke samping dada sebelah kiri, skala nyeri 3 dan berlangsung selama 1-2 menit.
            Sejak ± 7 hari yang lalu, kedua kaki pasien membengkak, bengkak muncul secara berangsur-angsur.
            Sejak 3 tahun yang lalu tangan dan kaki pasien sebelah kiri terasa lebih lemah dibanding yang kanan. Hal ini mungkin disebabkan oleh riwayat stroke yang pernah dialami pasien 3 tahun yang lalu.
            Pasien mengatakan bahwa telah menderita penyakit  jantung sejak ± 6 tahun yang lalu, dan telah beberapa kali keluar masuk rumah sakit dikarenakan keluhan yang sama.
            Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien semasa kecilnya sering menderita sakit tenggorokan yang disertai demam dan batuk yang berulang.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70, HR 115X/menit (irreguler), RR 34x/m, suhu 36,5oc. Terdapat sianosis dam edema pada ekstremitas serta adanya clubbing finger.