22 Agustus 2010

Aku Sedang Berdoa

kutundukan kepalaku dan melemahlah seluruh pergelangan kakiku.
sesaat itu juga aku jatuh berlutut diatas dasar tanah keras yang berserakan bebatuan hitam mengkilat.
begitupun aku tak mampu menahannya
kubutuhkan bantuan lengan dan tanganku untuk membuka telapaknya dan menopangku dalam ketundukanku yang berat...

aku lemah, tulang punggungku beberapa kali menggeretak, urat- urat belakangku mengembang karena darah menghabiskan tenaganya berlari takut karena terusir detak jantungku untuk melintasi setiap lorongnya menuju otak kepalaku.....
saking banyaknya, hingga terkumpul dan menjadi beban yang membuat semakin berat...
aku tak mampu lagi, semua darah menyatu dan melebihi kemerahannya di kepalaku, dan akhirnya memudar menjadi bening, lalu keluar jatuh melalui sela mataku, basahi bumi, pekatkan debu, lunak-kan tanah, dan beningkan batuan yg hitam.....

namun merahnya tertanam di butiran mataku, mengakar didalam saraf- saraf pandanganku, batasi penglihatanku, kaburkan tatapanku dan aku.....menangis.

aku menangis, bagai orang tertimpa kayu patah yang menghempas bumi.tersengal- sengal, meronta- ronta, dan menjerit- jerit.
hey Fredi, apa kamu kesakitan?
apa kamu terluka?
apa kamu dipermalukan?
itu bisik bumi yang merasa terganggu dalam tandusnya......

hey Fredi, apa kamu sekarat?
itu bisik langit yang juga tarusik dalam mendungnya....
hey Fredi, apa kamu bodoh?
angin pun ikut tertawakan ku dalam lembabnya...

serentak alam pun bertanya...
hey Fredi, apa yang terjadi dengan mu?

mengikuti gemercik air, dan lambaian rumput ilalang aku menghadang tanya dengan satu jawab ku" aku sedang ber-Doa ".
dan aku bermohon meminta kepada penciptamu dan penciptaku satu ciptaannya yang tersembunyikan oleh ciptaanku dalam diri ini, yaitu jemari tangan yang bisa mengisi setiap celah- celah kosong diantara jemari ku ini.

aku meminta sosok raga bernama Dia yang nyata, bukan hayal dan sangka...
aku memohon sosok raga bernama Dia yang tanpa mahkota dan sayap berbulu angsa...
dan aku hanya membutuhkan Dia yang bisa ku sentuh dan menyentuh...

Dia yang bisa sama merasakan hempasan udara diwajahku yang tertarik disaat ku bernapas,
dan Dia yang bisa mengerutkan wajahnya sepertiku saat tertawa dan menangis....
juga Dia yang bisa berdoa bersama dalam tunduk kepala dalam kelemahan dan kekuatan untuk pencipta ku.

kabulkanlah doa ku ini Tuhan ku, sekarang atau nanti saat ku benci dengan diriku.
aku tau Dia ada disini walau aku tak melihatnya, karena Dia utusan- Mu...

aku meminta dalam doa, seandainya Dia seorang Malaikat untuk ku...
ambillah sayapnya dan jadikanlah Dia manusia untuk ku.
berikan aku kesempatan nikmati hidup dan matiku dalam genggaman tangannya.

tak lebih lain aku meminta sesuatu dari Mu dengan ku akhiri dalam kata. Amin.
Tuhan, selepas berdoa aku mohon izin untuk bangkit berdiri dan membawa harap ini dalam hati.

6 Agustus 2010

SAHABAT

Kulihat keletihan dari parasmu, keluhan pada kata katamu, kelelahan pada gerikmu, ketegangan pada jiwamu.
Hidup di saat ini memang semakin berat, hari2 kian panjang, pelita hati pun terkadang meredup bergoyang dipermainkan badai hidup.
Kutahu, karena kita melewati jalan yang sama.
Namun usia kita, adalah masa pendakian kita. Saat kita berjuang, dengan peluh dan pengorbanan. Saat kita menguji ketabahan. Saat kita mencari tahu dimana ujung titik nadi.

Sahabat...

Genggam cita dengan erat, kejar..., teruskan mengejarnya
Kejar dengan segenap jiwa raga, dengan cinta dan suka cita.
Impikan cita bagai merindu belahan jiwa, yakinlah ia menunggumu setia.
Menunggu dengan pakaian terindah, menunggu dengan senyum merekah.
Kutahu, karena saat ini pun ia sedang memandangimu.

Sahabat...

Walau kini posisi berdiri kita beragam, walau nanti puncak kita berbeda. Jangan jadikan sebagai halangan untuk bergandeng tangan. Namun artikan sebagai harmoni sang pencipta.
Dunia masih berputar kawanku, angin pun selalu berubah. Setiap tarikan nafas, setiap degupan jantung adalah anugrah.
Kesempatan tak pernah hilang, namun butuh kolam yang tenang untuk terlihat, butuh kehangatan untuk menguak kabut pekat.

Kuingin kita bersama hingga akhir perjalanan nanti
Bercerita tentang indahnya perjalanan, lucunya sandiwara kehidupan, manis getirnya takdir.
Karena yakinilah kenikmatan pada sebuah perjuangan yang utama bukan pada hasil, namun dalam perjalanannya.
Maka berjalanlah dengan lapang dada, dan dengan hati berbunga.

Sahabat...

Perjalanan kita masih panjang, namun bersamamu aku riang
Beban kita kian berat, namun bersamamu aku semangat
Pikiran semakin penuh, tapi bersamamu ku tak jenuh
Penggalan jalan di depan masih kelam, tapi bersamamu kurasakan tentram.

Sahabat...
Terima kasih......